Apologize or Confess???

Sabtu, 14 Mei 2016


Terimakasih untukmu yang masih mengingat cerita bagaimana awal kita berjumpa, jujur saja aku bingung bagaimana aku akan mulai bercerita. Sebagian dari diriku ingin membalas surat mu, sebagian lagi menyuruh untuk mengabaikan pesanmu saja. Entahlah karena aku bingung bagaimana mengungkapkannya kuputuskan menuliskan disini saja. Oiya ini sengaja pake foto kesayangan aku Kapten Yoo Si Jin biar greget aja sama judulnya. hahahaa


Jujur saja aku baru tahu saat membaca suratmu bahwa dalam rombongan trip tersebut ternyata aku cukup populer, entah mengapa justru part ini yang aku ingat mungkin dasarnya aku memang manusia yang senang dipuji kali yah..hhehehe
Aku ingat waktu itu kamu berjalan di belakangku dan sahabatku sambil membawa kamera, tiba-tiba kamu berkata bahwa logatku medok sehingga kurang cocok kalau berkata elo-gue dengan teman-teman dari Jakarta. Setelah berkata seperti itu kamu langsung pergi dengan cueknya.
Lalu akupun berkata ke sahabatku, kapan aku bicara elo-gue? Semalem perasaan aku gak banyak bicara karena fisik sudah lelah bahkan untuk makanpun sudah tak bertenaga. Pikirku ahh sudahlah mungkin mas tadi efek masih mabok makan tumis mercon buatan anak-anak Tangerang.
Pagi itu kami melihat anak club motor melewati kami, tanpa pikir panjang sahabatku Mic mengambil inisiatif untuk menumpang agar bisa berkeliling kawah wurung dan ternyata mereka setuju. Yah ini kita namakan sebagai “kekuatan wanita” kami wanita bisa mendapatkan apa yang kita mau karena kami wanita. Ya begitulah definisinya. Gara-gara hal tersebut kita jadi dicari oleh rombongan, dan saat sampai basecamp kami dihukum meminta maaf kepada seluruh rombongan karena telat berkumpul dan membuat semua orang menunggu. Kalau ingat saat itu jujur ada rasa bersalah juga, untungnya teman-teman dari Jakarta tidak ketinggalan jadwal kereta dikarenakan molornya rundown acara..hiks hiks
Tidak lama setelah acara trip bersama peserta trip saling follow akun media sosial, pikirku hal tersebut lumrah terjadi agar masih bisa keep in touch.
Aku menemukan keganjilan dari ceritamu, jika kamu lupa mari aku ingatkan. Sebelum mendaki ke Semeru terlebih dulu kamu sudah mendaki Gunung Ungaran dan kawah Ijen, jadi tidak seharusnya kamu berkata dulunya enggan untuk mendaki. Waktu itu kamu memang sempat membawakan tas kerilku meski sebentar tapi aku cukup berterimakasih. Saat itu kamu berkata jika membawa tas depan dan belakang akan menyusahkan karena pos selanjutnya penuh tanjakan. Oke aku mengerti tapi dalam lubuk hati terdalam aku berpikir pasti tasku tidak seringan tas April yang bisa kamu bawakan mulai pos 1 sampai 3..hahahaah
Hanya saja yang membuatku kecewa bukan karena kamu tidak membawakan bebanku, tapi kamu yang tidak memaksa untuk gantian membawa beban keril teman kita yang berisi logistic dan tenda. Mengingat saat itu kondisinya belum fit benar seharusnya kamu menawarinya untuk berganti beban. Karena saat di grup sebelum berangkatpun sudah ada wacana akan ada gantian untuk membawa beban keril logistic. Kamu boleh menjawab, itu karena teman kita yang tidak mau gentian membawa beban. Oke aku mengerti.

Kelak jika kau menghadapi permasalahan seperti ini lagi tetaplah mengikuti perintah orang tua, tetaplah menjadi anak yang patuh terhadap orang tua. Jangan pernah hiraukan wanita yang bahkan baru kau kenal. Surgamu ada pada orang tuamu tetaplah menjaga baktimu.
Aku tahu memang tidak mungkin dari pihakmu yang mengakhiri perjodohan dengan calonmu, keluarga mana yang akan menolak jika akan berbesanan dengan keluarga terpandang. Itu yang dari dulu kau risaukan, tidak bisa menolak perjodohan dengan keluarga gadis tersebut karena keluargamu banyak hutang budi, selain itu mereka berasal dari keluarga terpandang. Aku juga akan mengingat kalimat yang kau kirim pada sahabatku “Namun apakah baik juga berlaku egois mengabaikan keluarga walaupun ketika menikah nanti kita sendiri yg bertanggung jawab akan keluarga yang dibangun”  Oke aku mengerti.

Sampai pada akhirnya kamu memberanikan diri menulis surat ini padaku, aku cukup terkejut dan berkata “where have you been?”  Aku bukanlah buku yang bisa kau lempar saat bosan membaca, dan memungutnya kembali saat ingin membaca saat memiliki waktu luang.
Cerita tentang perjodohanmu kita semua sudah tahu, karena dari awal kita mengenal kamu pun sudah terbuka dengan masalah ini, saat tahu cerita itupun aku sudah memiliki jarak aman agar kita tidak melewati garis tersebut. Saat kamu memilih pergi posisimu tentu akan digantikan dengan orang yang memang ingin bertahan. Aku juga tak lagi ingin menjadi bebanmu, saat kau memilihku mungkin akan membuat hidupmu menjadi rumit.  Jadi kuharap kini kau yang harus mengerti.
Saat ini berpikirlah tenang dan jangan memikirkan egomu, pikirkan perasaan orang tuamu, pikirkan perasaanku, dan untuk kali ini abaikan perasaanmu. Mungkin ini hanya pelarian semata, karena kamu (mungkin) merasa tertolak dengan calon yang akan dijodohkan denganmu. Padahal diawal perjodohan orang tua pihak wanita sangat mengharapkanmu menjadi menantunya. Hal ini sangat wajar mengingat saat ini memang kamu sudah mapan dan matang. Untukmu juga aku mendoakan agar mendapatkan jodoh terbaik. Saat ini mari kita saling intropeksi diri dan saling memaafkan. Jalan kita masih panjang fokus terus berjalan ke depan. Semoga mendapat jawaban terbaik bagi kita semua Amin.
Jika tadi ceritaku dibuka oleh Kapten Yoo, maka kali ini ijinkanlah Dokter Kang yang menutupnya dengan kalimat, "I'll live well"




surat dari sahabat

Minggu, 08 Mei 2016

Namanya mengingatkaku pada sosok pahlawan emansipasi wanita yang berani untuk memperjuangkan haknya agar setara dengan pria, namun tetap patuh terhadap kodratnya sebagai wanita, parasnya yang cantik kadang membuat iri karena banyak yang melirik.
tanggal 28 maret 2015 di sebuah tempat makan sederhana di banyuwangi saat perjumpaanku dengan gadis itu, begitu relatifnya jarak walau hanya 5 meter kami makan berseberangan meja seakan puluhan kilometer jarak untuku untuk mengumpulkan keberanian untuk berkenalan. Hanya duduk sok acuh sembari mencuri pandang melihat keanggunan dan berharap bias berkenalan atau hanya sekedar tahu namanya.
Perjalanan kami berlanjut, dibawah rintikan air terjun patih Mada, aku masih menanti sosok gadis tersebut, berharap setidaknya dapat mengabadikan keindahan senyumnya walau berdalih hanya sekedar sebagai juru foto. Entah mana yang lebih indah mungkin perpaduan itulah yang menyebabkan tempat itu begitu sempurna untuk dikenang.
Nama gadis itu baru aku ketahui setelah cukup lama kami lelah berjalan, tahu bukan dari berkenalan maupun berjabat tangan, namun dari bisik orang orang karena begitu populernya gadis yang ingin aku kenal tersebut. Aku ingin menyapa dan memulai obrolan walau dengan cara menyindir begitu lucunya logat medoknya, seharusnya aku belajar bagaimana cara berkenalan dengan seorang wanita sebeleum bertemu dengannya. -_-
pagi itu, sang fajar seakan membangunkan kami dari lelapnya tidur diiringi dengan idahnya ciptaan sang ilahi, sekali lagi aku ingin mendekat namun seakan penuh sekat membuatku mengurungkan niat. Sebelum perpisahan itu dia menghilang bersama teman temanya, entah kemana yang pasti aku tahu dia aman.
Bersyukur kita hidup di era informasi yang tiada batas, walau perpisahan itu hanya meninggalkan kenangan aku berharap Tuhan kembali mempertumukan kami. Lewat media sosial akhirnya aku berteman dan sapa hangat saling terucap, lewat media soaial itu pula aku kembali dipertemukan. Baluran
Romantisme syair jatuh hati raisha seakan membawa kembali setiap kenangan itu bersamanya, ilalang, rindangnya pohon serta hangatnya sinar sang mentari. Bersamanya pula entah kenapa aku yang dulunya enggan untuk mendaki mencintai hobby ini. Tiap langkah kaki perjalanan menjadi nikmat tersendiri dalam kebersamaan menapaki gunung tertinggi. Aku ingin membawa bebanya namun aku tahu dia wanita yang kuat, bukan hanya wanita yang bermanja yang bergantung pada orang lain. Mendengarnya bercerita seakan menjadi energy tersendiri untuk terus melangkahkan kaki.
Sudah lama aku ingin mengutarakan rasa, rasa yang selalu membayangi, rasa suka atau cinta namun terhalang komitmen dan ikatan, seandainya dari dulu aku mengenalnya, mungkin ikatan perjodohan itu tak akan pernah terjadi. Perjodohan yang seakan dipaksakan seperti halnya gunung es yang terlihat nyaman tapi akan berdampak bencana. Disatu sisi aku berusaha untuk menyukai calon pasanganku disisi lain aku tidak bisa membohongi rasa dihati. Komitmen dan kepatuhan akan perintah orang tua membuatku mengurungkan hati untuk bicara akan sosok yang telah hadir dihati.
Apakah Tuhan punya rencana berbeda agar aku berterus terang? Ternyata gadis yang dijodohkan dengankupun memiliki problematika yang sama, dia juga memiliki rasa yang aku alami, rasa patuh pada orang tua namun disisi lain ia juga sudah punya tambatan hati. Hebatnya dari dialah perjodohan ini hari diakhiri, disatu sisi aku serasa dikecewakan namun disisi lain ada kelegaan tersendiri.
Sepertinya tidaklah pantas bagiku untuk menyampakian perihal ini, namun semakin lama aku pendam seakan semakin mencekik perasaan. Aku juga tidak pernah tau perasaanya padaku, Aku ingin setiap kali pulang bias bertemu denganya, walau hanya menyapa bahkan kini aku semakin jauh denganya, setiap percakapan yang kulakukan akan terhenti dengan sendirinya entah dariku yang kehabisan kata, atau darinya yang sudah enggan bercerita. Yaa cinta hanya sementara memang, namun kasih saying akan menjaganya, aku juga tidak dapat memaksakan kehendaNya, Namun aku berharap dia dapat menemukan sosok pendamping dan pelindung yang dapat menjaga senyum indahnya agar tetap terkembang. Mendampingi setiap titian kehidupan agar selalu berada pada jalan-Nya.
Ada kelegaan tersendiri setelah aku menulis ini, apapun jawabanya doaku semoga yang terbaik baginya.. (ANS)

PS : Kelak jika kau menyukai seorang gadis jangan tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan. Saat kamu memilih untuk pergi, saat itu juga bagi sang gadis semua tak lagi sama. Dulu sang gadis mencoba mengerti dan memahami kini saatnya buatmu menerima dan mengerti.
Aku tidak berharap ucapan maafmu, hanya saja kita sudah sama-sama dewasa memaknai semua ini.
Kudoakan kita semua mendapatkan kebahagiaan yang selama ini kita cari. Dari sini kita mulai perjalanan sendiri-sendiri. Jika kelak di persimpangan kita bertemu kembali mungkin itulah takdir ilahi.
Tertanda,

DRS

RUMAH

Selasa, 03 Mei 2016


Aku ingin menemukan sebuah tempat untuk  pulang 

Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku kan selalu kembali betapapun jauhnya aku pergi
Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku untuk menetap, dan bukan hanya untuk sekedar singgah.
Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku ingin menghabiskan waktu tanpa pernah merasa bosan ingin pergi meninggalkan.
Aku tidak berharap kastil megah, karena aku bukan putri Raja
Aku hanya memimpikan sebuah rumah yang hangat, penuh kenyamanan dan selalu kurindukan untuk segera pulang.