AADC

Sabtu, 27 Agustus 2016

Amanda menatap lembut pria yang disebelahnya. Teringat perkenalan awal dengan Declan, perkenalan yang tidak biasa karena meski beberapa kali pernah berjumpa namun Amanda tidak pernah menyadari keberadaan Declan, karena perhatian Amanda saat itu hanya tertuju pada sosok Aditya teman Declan. Hingga suatu saat Declan berani memperkenalkan diri, hingga berhasil menarik perhatian Amanda dan bisa dekat dengannya.

“Hai Manda, punya Wassap kok ndak ada fotonya sih?” begitulah kalimat pertama yang Declan ucapkan pada Amanda. Tentu Amanda terkejut karena Declan ternyata diam-diam sudah menyimpan nomernya. “Aku juga punya Line kamu loh.” Declan menunjukkan Line milik Amanda untuk mengkonfirmasi apakah itu memang benar akun Amanda.” Amanda yang terkejut hanya bisa mengangguk dan berkata, “Aku belum simpan nomer kamu, jadi kamu tidak bisa lihat Foto WA aku.” Declan tersenyum dan kemudian mengetik pesan ke HP Amanda. “Itu pastikan disimpan ya nomerku.” Ujar Declan sambil tersenyum. Amanda tidak menganggap perkenalan itu penting karena Declan adalah teman Aditya, jadi wajar jika saling menyimpan nomor.  

Amanda dan Aditya memang digosipkan memiliki hubungan, Amanda memang menyukai Aditya tetapi Amanda tidak tahu bagaimana perasaan Aditya terhadapnya. Dan Amanda pun terlalu takut mendengar jawaban dari Declan mengenai perasaannya.

Hingga suatu hari Declan yang saat itu datang ke ruangan Amanda berkata, “Manda, denger-denger kamu suka ya sama Aditya? Iyakan?? Iyadong?? Hayo ngaku!!” “Kata siapa??” Begitulah penyangkalan khas wanita jika tidak ingin menjawab sebuah pertanyaan. “Kata orang-oranglah, malah aku nanya langsung ke Aditya loh.” Sahut Declan dengan cueknya. “What, tanya apa??” Amanda terkejut karena tak menyangka Declan akan sejauh ini kepo nya. “Aku nanya ke Aditya, bener ndak kalian ada hubungan? “ “Trus, trus Aditya bilang apa” “Tuh kan kepo!!!” “Declan, Plis Aditya jawab gimana??” “Dia bilang, enggak kok. Aku sudah ada wanita lain.” Declan bercerita dengan muka polosnya. “Oh gitu.” Sahut Amanda pendek.

Ia tak bisa berkomentar lebih banyak lagi, karena selama ini yang Ia tahu Aditya single, sehingga teman-temannya selalu menjodohkan mereka disetiap kesempatan. Tega sekali mereka jika tahu Aditya sudah punya cewek tetapi masih bikin Amanda baper dengan menjodohkannya dengan Aditya. Dia menganggap hanya Declan yang baik hati mau memberitahunya perihal ini. Jika tidak, mungkin dia masih dibutakan cinta dan mengharapkan Aditya. Mendengar kabar ini Amanda tidak bertanya pada Aditya, namun langsung berubah sikap menghindari Aditya. Aditya pun sadar akan perubahan Amanda namun Aditya juga tidak pernah bertanya. Hingga akhirnya hubungan keduanya perlahan renggang.

Sejak kejadian itu Amanda menjadi dekat dengan Declan, Declan merupakan sosok yang sangat tahu bagaimana cara memperlakukan Amanda. Inilah kepekaan yang selama ini Amanda harapkan dari seorang pria. Namun karena sifat Declan yang mudah menaklukan wanita inilah yang selalu membuat Amanda khawatir. Khawatir jika Declan dibelakangnya juga bersikap manis terhadap wanita lain.

“Tumben telepon jam segini, pasti ada maunya ya?” Amanda melirik jam dinding, karena tak biasanya Declan menelepon saat jam kerja. “Kalo maunya cuma kamu bagaimana?” Saut Declan centil. “Ih apaan sih, dasar cowok!! Bisa aja kalo gombal. Disini bilangnya jomblo tapi ternyata ceweknya banyak” Balas Amanda. “Tuh kan kamu tuh mesti kok negative thingking terus sama cowok, mau nanti jomblo terus nggak nikah-nikah?” “Apaan siiihhh kamuuu!!!”
Begitulah obrolan singkat Amanda dan Declan, meski singkat namun kalimat Declan selalu terngiang dibenak Amanda. Declan benar, selama ini Amanda sangat susah mempercayai pria dan bahkan tak pernah memberikan mereka kesempatan untuk mendekati Amanda. Namun kali ini Amanda mau membuka diri untuk mempercayai Declan, pria yang baru saja mengomelinya untuk belajar berpikir positif tentang cowok. Amanda pun mengganti status di WA nya menjadi B+.

“B+ Itu apa?” Tanya Declan “Kasih tau gak yaaa??” Goda Amanda “Oke, kalo ga mau kasih tau aku simpulkan itu adalah golongan darah.” “Ye, enak aja. Itu artinya Be Positive tauk!!” “Oh gitu, hahhaa akhirnya kamu dengerin aku ya.” Deggg..Amanda tersadar, bahwa dia mulai berubah dan mulai mendengarkan orang lain. Entah Declan makhluk yang berasal dari mana sehingga omongannya bisa menjadi air yang diserap otak Amanda yang tandus.

Sejak saat itu hari demi hari mereka saling dekat satu sama lain. Hingga suatu hari tibalah saat yang paling Amanda benci. Saat  memulai hubungan baru, keduanya harus rela berbagi kisah romansa di masa lalu. Rasanya bagi Amanda bagaikan menggali kembali apa yang sudah Ia susah payah kubur dalam-dalam. Namun hal ini harus tetap dilewati, untuk menemukan kecocokan bersama.

Amanda bercerita lebih dulu bagaimana kandasnya hubungan asmara yang telah ia jalani, “Dia sudah bagaikan lebih dari sekedar teman baikku. Menemaniku dalam susah maupun senang, meski jarak kita tidak berdekatan namun kami sebisa mungkin bertukar kabar. Entah itu bisa dibilang hubungan asmara atau hanya hubungan jarak jauh. Namun aku terbiasa menceritakan kegiatanku padanya mulai dari masalah pekerjaan hingga celotehanku yang super gak penting. Terakhir aku menyadari bahwa selama ini aku terlalu banyak bercerita namun kurang mendengarkannya. Yah begitulah aku dan keegoisanku hingga akhirnya dia memilih pergi tanpa berpamitan. Hingga kini aku mencoba untuk menerima itu dan tak sekalipun kutanyakan alasannya” Suara Amanda menjadi lirih saat membahas tentang masa lalunya. Declan mendengarkan dengan seksama. “Namanya sapa coba?? Parjo apa Kusnawi?? Hahahha” Declan mencairkan suasana dengan candaanya. “Apaan sih lau.” Amanda kemudian ikut tertawa sembari memukuli Declan.

Kini saatnya Declan menceritakan kisah masa lalunya, kisah Declan pun ternyata meninggalkan bekas yang hingga kini belum hilang. Amanda melihatnya sebagai kisah yang belum usai. “Kalau tidak putus dengannya, Desember besok sudah aku melamar dia dan Mei tahun depan Aku dan dia akan menikah. Mamaku sudah mempersiapkan semuanya, namun semuanya kandas. Kami terlalu keras kepala untuk saling mengalah hingga susah disatukan.” “Declan, tiap orang itu tidak ada yang 100% cocok, toleransilah yang akan menyatukan keduanya.” “Tapi toleransi yang harus diciptakan terlalu besar, sehingga aku dan dia susah menyatunya.” Tetap saja Amanda masih bisa melihat, Declan masih menyimpan perasaan terhadap mantannya. Tanpa terasa ada luka kecil dihati Amanda saat mendengarkan Declan menceritakan tentang masa lalunya dengan muka serius. Karena baru kali ini Ia melihat Declan seserius ini.

“Kamu belum bisa move on ya?” Amanda menanyakan hal yang bahkan dia sendiri sudah mengetahui pasti apa jawabannya. Dia hanya ingin Declan menjawab bahwa mantannya sudah tidak berarti apa-apa saat ini untuknya karena sudah ada Amanda disisinya saat ini yang menemaninya. “Aku bukan tipe orang yang gampang move on.” Jawaban Declan diluar ekspektasi Amanda. “Tidak biasanya Declan menjawab dengan bodoh seperti ini, dia biasanya selalu menjawab pertanyaanku sesuai apa yang ingin aku dengar.” Batin Amanda. Diam-diam Amanda penasaran dengan mantan Declan, wanita seperti apa kira-kira yang membuat Declan menjadi bodoh seperti ini. (bersambung….)


AADC

Amanda menatap lembut pria yang disebelahnya. Teringat perkenalan awal dengan Declan, perkenalan yang tidak biasa karena meski beberapa kali pernah berjumpa namun Amanda tidak pernah menyadari keberadaan Declan, karena perhatian Amanda saat itu hanya tertuju pada sosok Aditya teman Declan. Hingga suatu saat Declan berani memperkenalkan diri, hingga berhasil menarik perhatian Amanda dan bisa dekat dengannya.

“Hai Manda, punya Wassap kok ndak ada fotonya sih?” begitulah kalimat pertama yang Declan ucapkan pada Amanda. Tentu Amanda terkejut karena Declan ternyata diam-diam sudah menyimpan nomernya. “Aku juga punya Line kamu loh.” Declan menunjukkan Line milik Amanda untuk mengkonfirmasi apakah itu memang benar akun Amanda.” Amanda yang terkejut hanya bisa mengangguk dan berkata, “Aku belum simpan nomer kamu, jadi kamu tidak bisa lihat Foto WA aku.” Declan tersenyum dan kemudian mengetik pesan ke HP Amanda. “Itu pastikan disimpan ya nomerku.” Ujar Declan sambil tersenyum. Amanda tidak menganggap perkenalan itu penting karena Declan adalah teman Aditya, jadi wajar jika saling menyimpan nomor.  

Amanda dan Aditya memang digosipkan memiliki hubungan, Amanda memang menyukai Aditya tetapi Amanda tidak tahu bagaimana perasaan Aditya terhadapnya. Dan Amanda pun terlalu takut mendengar jawaban dari Declan mengenai perasaannya.

Hingga suatu hari Declan yang saat itu datang ke ruangan Amanda berkata, “Manda, denger-denger kamu suka ya sama Aditya? Iyakan?? Iyadong?? Hayo ngaku!!” “Kata siapa??” Begitulah penyangkalan khas wanita jika tidak ingin menjawab sebuah pertanyaan. “Kata orang-oranglah, malah aku nanya langsung ke Aditya loh.” Sahut Declan dengan cueknya. “What, tanya apa??” Amanda terkejut karena tak menyangka Declan akan sejauh ini kepo nya. “Aku nanya ke Aditya, bener ndak kalian ada hubungan? “ “Trus, trus Aditya bilang apa” “Tuh kan kepo!!!” “Declan, Plis Aditya jawab gimana??” “Dia bilang, enggak kok. Aku sudah ada wanita lain.” Declan bercerita dengan muka polosnya. “Oh gitu.” Sahut Amanda pendek.

Ia tak bisa berkomentar lebih banyak lagi, karena selama ini yang Ia tahu Aditya single, sehingga teman-temannya selalu menjodohkan mereka disetiap kesempatan. Tega sekali mereka jika tahu Aditya sudah punya cewek tetapi masih bikin Amanda baper dengan menjodohkannya dengan Aditya. Dia menganggap hanya Declan yang baik hati mau memberitahunya perihal ini. Jika tidak, mungkin dia masih dibutakan cinta dan mengharapkan Aditya. Mendengar kabar ini Amanda tidak bertanya pada Aditya, namun langsung berubah sikap menghindari Aditya. Aditya pun sadar akan perubahan Amanda namun Aditya juga tidak pernah bertanya. Hingga akhirnya hubungan keduanya perlahan renggang.

Sejak kejadian itu Amanda menjadi dekat dengan Declan, Declan merupakan sosok yang sangat tahu bagaimana cara memperlakukan Amanda. Inilah kepekaan yang selama ini Amanda harapkan dari seorang pria. Namun karena sifat Declan yang mudah menaklukan wanita inilah yang selalu membuat Amanda khawatir. Khawatir jika Declan dibelakangnya juga bersikap manis terhadap wanita lain.

“Tumben telepon jam segini, pasti ada maunya ya?” Amanda melirik jam dinding, karena tak biasanya Declan menelepon saat jam kerja. “Kalo maunya cuma kamu bagaimana?” Saut Declan centil. “Ih apaan sih, dasar cowok!! Bisa aja kalo gombal. Disini bilangnya jomblo tapi ternyata ceweknya banyak” Balas Amanda. “Tuh kan kamu tuh mesti kok negative thingking terus sama cowok, mau nanti jomblo terus nggak nikah-nikah?” “Apaan siiihhh kamuuu!!!”
Begitulah obrolan singkat Amanda dan Declan, meski singkat namun kalimat Declan selalu terngiang dibenak Amanda. Declan benar, selama ini Amanda sangat susah mempercayai pria dan bahkan tak pernah memberikan mereka kesempatan untuk mendekati Amanda. Namun kali ini Amanda mau membuka diri untuk mempercayai Declan, pria yang baru saja mengomelinya untuk belajar berpikir positif tentang cowok. Amanda pun mengganti status di WA nya menjadi B+.

“B+ Itu apa?” Tanya Declan “Kasih tau gak yaaa??” Goda Amanda “Oke, kalo ga mau kasih tau aku simpulkan itu adalah golongan darah.” “Ye, enak aja. Itu artinya Be Positive tauk!!” “Oh gitu, hahhaa akhirnya kamu dengerin aku ya.” Deggg..Amanda tersadar, bahwa dia mulai berubah dan mulai mendengarkan orang lain. Entah Declan makhluk yang berasal dari mana sehingga omongannya bisa menjadi air yang diserap otak Amanda yang tandus.

Sejak saat itu hari demi hari mereka saling dekat satu sama lain. Hingga suatu hari tibalah saat yang paling Amanda benci. Saat  memulai hubungan baru, keduanya harus rela berbagi kisah romansa di masa lalu. Rasanya bagi Amanda bagaikan menggali kembali apa yang sudah Ia susah payah kubur dalam-dalam. Namun hal ini harus tetap dilewati, untuk menemukan kecocokan bersama.

Amanda bercerita lebih dulu bagaimana kandasnya hubungan asmara yang telah ia jalani, “Dia sudah bagaikan lebih dari sekedar teman baikku. Menemaniku dalam susah maupun senang, meski jarak kita tidak berdekatan namun kami sebisa mungkin bertukar kabar. Entah itu bisa dibilang hubungan asmara atau hanya hubungan jarak jauh. Namun aku terbiasa menceritakan kegiatanku padanya mulai dari masalah pekerjaan hingga celotehanku yang super gak penting. Terakhir aku menyadari bahwa selama ini aku terlalu banyak bercerita namun kurang mendengarkannya. Yah begitulah aku dan keegoisanku hingga akhirnya dia memilih pergi tanpa berpamitan. Hingga kini aku mencoba untuk menerima itu dan tak sekalipun kutanyakan alasannya” Suara Amanda menjadi lirih saat membahas tentang masa lalunya. Declan mendengarkan dengan seksama. “Namanya sapa coba?? Parjo apa Kusnawi?? Hahahha” Declan mencairkan suasana dengan candaanya. “Apaan sih lau.” Amanda kemudian ikut tertawa sembari memukuli Declan.

Kini saatnya Declan menceritakan kisah masa lalunya, kisah Declan pun ternyata meninggalkan bekas yang hingga kini belum hilang. Amanda melihatnya sebagai kisah yang belum usai. “Kalau tidak putus dengannya, Desember besok sudah aku melamar dia dan Mei tahun depan Aku dan dia akan menikah. Mamaku sudah mempersiapkan semuanya, namun semuanya kandas. Kami terlalu keras kepala untuk saling mengalah hingga susah disatukan.” “Declan, tiap orang itu tidak ada yang 100% cocok, toleransilah yang akan menyatukan keduanya.” “Tapi toleransi yang harus diciptakan terlalu besar, sehingga aku dan dia susah menyatunya.” Tetap saja Amanda masih bisa melihat, Declan masih menyimpan perasaan terhadap mantannya. Tanpa terasa ada luka kecil dihati Amanda saat mendengarkan Declan menceritakan tentang masa lalunya dengan muka serius. Karena baru kali ini Ia melihat Declan seserius ini.

“Kamu belum bisa move on ya?” Amanda menanyakan hal yang bahkan dia sendiri sudah mengetahui pasti apa jawabannya. Dia hanya ingin Declan menjawab bahwa mantannya sudah tidak berarti apa-apa saat ini untuknya karena sudah ada Amanda disisinya saat ini yang menemaninya. “Aku bukan tipe orang yang gampang move on.” Jawaban Declan diluar ekspektasi Amanda. “Tidak biasanya Declan menjawab dengan bodoh seperti ini, dia biasanya selalu menjawab pertanyaanku sesuai apa yang ingin aku dengar.” Batin Amanda. Diam-diam Amanda penasaran dengan mantan Declan, wanita seperti apa kira-kira yang membuat Declan menjadi bodoh seperti ini. (bersambung….)


Apologize or Confess???

Sabtu, 14 Mei 2016


Terimakasih untukmu yang masih mengingat cerita bagaimana awal kita berjumpa, jujur saja aku bingung bagaimana aku akan mulai bercerita. Sebagian dari diriku ingin membalas surat mu, sebagian lagi menyuruh untuk mengabaikan pesanmu saja. Entahlah karena aku bingung bagaimana mengungkapkannya kuputuskan menuliskan disini saja. Oiya ini sengaja pake foto kesayangan aku Kapten Yoo Si Jin biar greget aja sama judulnya. hahahaa


Jujur saja aku baru tahu saat membaca suratmu bahwa dalam rombongan trip tersebut ternyata aku cukup populer, entah mengapa justru part ini yang aku ingat mungkin dasarnya aku memang manusia yang senang dipuji kali yah..hhehehe
Aku ingat waktu itu kamu berjalan di belakangku dan sahabatku sambil membawa kamera, tiba-tiba kamu berkata bahwa logatku medok sehingga kurang cocok kalau berkata elo-gue dengan teman-teman dari Jakarta. Setelah berkata seperti itu kamu langsung pergi dengan cueknya.
Lalu akupun berkata ke sahabatku, kapan aku bicara elo-gue? Semalem perasaan aku gak banyak bicara karena fisik sudah lelah bahkan untuk makanpun sudah tak bertenaga. Pikirku ahh sudahlah mungkin mas tadi efek masih mabok makan tumis mercon buatan anak-anak Tangerang.
Pagi itu kami melihat anak club motor melewati kami, tanpa pikir panjang sahabatku Mic mengambil inisiatif untuk menumpang agar bisa berkeliling kawah wurung dan ternyata mereka setuju. Yah ini kita namakan sebagai “kekuatan wanita” kami wanita bisa mendapatkan apa yang kita mau karena kami wanita. Ya begitulah definisinya. Gara-gara hal tersebut kita jadi dicari oleh rombongan, dan saat sampai basecamp kami dihukum meminta maaf kepada seluruh rombongan karena telat berkumpul dan membuat semua orang menunggu. Kalau ingat saat itu jujur ada rasa bersalah juga, untungnya teman-teman dari Jakarta tidak ketinggalan jadwal kereta dikarenakan molornya rundown acara..hiks hiks
Tidak lama setelah acara trip bersama peserta trip saling follow akun media sosial, pikirku hal tersebut lumrah terjadi agar masih bisa keep in touch.
Aku menemukan keganjilan dari ceritamu, jika kamu lupa mari aku ingatkan. Sebelum mendaki ke Semeru terlebih dulu kamu sudah mendaki Gunung Ungaran dan kawah Ijen, jadi tidak seharusnya kamu berkata dulunya enggan untuk mendaki. Waktu itu kamu memang sempat membawakan tas kerilku meski sebentar tapi aku cukup berterimakasih. Saat itu kamu berkata jika membawa tas depan dan belakang akan menyusahkan karena pos selanjutnya penuh tanjakan. Oke aku mengerti tapi dalam lubuk hati terdalam aku berpikir pasti tasku tidak seringan tas April yang bisa kamu bawakan mulai pos 1 sampai 3..hahahaah
Hanya saja yang membuatku kecewa bukan karena kamu tidak membawakan bebanku, tapi kamu yang tidak memaksa untuk gantian membawa beban keril teman kita yang berisi logistic dan tenda. Mengingat saat itu kondisinya belum fit benar seharusnya kamu menawarinya untuk berganti beban. Karena saat di grup sebelum berangkatpun sudah ada wacana akan ada gantian untuk membawa beban keril logistic. Kamu boleh menjawab, itu karena teman kita yang tidak mau gentian membawa beban. Oke aku mengerti.

Kelak jika kau menghadapi permasalahan seperti ini lagi tetaplah mengikuti perintah orang tua, tetaplah menjadi anak yang patuh terhadap orang tua. Jangan pernah hiraukan wanita yang bahkan baru kau kenal. Surgamu ada pada orang tuamu tetaplah menjaga baktimu.
Aku tahu memang tidak mungkin dari pihakmu yang mengakhiri perjodohan dengan calonmu, keluarga mana yang akan menolak jika akan berbesanan dengan keluarga terpandang. Itu yang dari dulu kau risaukan, tidak bisa menolak perjodohan dengan keluarga gadis tersebut karena keluargamu banyak hutang budi, selain itu mereka berasal dari keluarga terpandang. Aku juga akan mengingat kalimat yang kau kirim pada sahabatku “Namun apakah baik juga berlaku egois mengabaikan keluarga walaupun ketika menikah nanti kita sendiri yg bertanggung jawab akan keluarga yang dibangun”  Oke aku mengerti.

Sampai pada akhirnya kamu memberanikan diri menulis surat ini padaku, aku cukup terkejut dan berkata “where have you been?”  Aku bukanlah buku yang bisa kau lempar saat bosan membaca, dan memungutnya kembali saat ingin membaca saat memiliki waktu luang.
Cerita tentang perjodohanmu kita semua sudah tahu, karena dari awal kita mengenal kamu pun sudah terbuka dengan masalah ini, saat tahu cerita itupun aku sudah memiliki jarak aman agar kita tidak melewati garis tersebut. Saat kamu memilih pergi posisimu tentu akan digantikan dengan orang yang memang ingin bertahan. Aku juga tak lagi ingin menjadi bebanmu, saat kau memilihku mungkin akan membuat hidupmu menjadi rumit.  Jadi kuharap kini kau yang harus mengerti.
Saat ini berpikirlah tenang dan jangan memikirkan egomu, pikirkan perasaan orang tuamu, pikirkan perasaanku, dan untuk kali ini abaikan perasaanmu. Mungkin ini hanya pelarian semata, karena kamu (mungkin) merasa tertolak dengan calon yang akan dijodohkan denganmu. Padahal diawal perjodohan orang tua pihak wanita sangat mengharapkanmu menjadi menantunya. Hal ini sangat wajar mengingat saat ini memang kamu sudah mapan dan matang. Untukmu juga aku mendoakan agar mendapatkan jodoh terbaik. Saat ini mari kita saling intropeksi diri dan saling memaafkan. Jalan kita masih panjang fokus terus berjalan ke depan. Semoga mendapat jawaban terbaik bagi kita semua Amin.
Jika tadi ceritaku dibuka oleh Kapten Yoo, maka kali ini ijinkanlah Dokter Kang yang menutupnya dengan kalimat, "I'll live well"




surat dari sahabat

Minggu, 08 Mei 2016

Namanya mengingatkaku pada sosok pahlawan emansipasi wanita yang berani untuk memperjuangkan haknya agar setara dengan pria, namun tetap patuh terhadap kodratnya sebagai wanita, parasnya yang cantik kadang membuat iri karena banyak yang melirik.
tanggal 28 maret 2015 di sebuah tempat makan sederhana di banyuwangi saat perjumpaanku dengan gadis itu, begitu relatifnya jarak walau hanya 5 meter kami makan berseberangan meja seakan puluhan kilometer jarak untuku untuk mengumpulkan keberanian untuk berkenalan. Hanya duduk sok acuh sembari mencuri pandang melihat keanggunan dan berharap bias berkenalan atau hanya sekedar tahu namanya.
Perjalanan kami berlanjut, dibawah rintikan air terjun patih Mada, aku masih menanti sosok gadis tersebut, berharap setidaknya dapat mengabadikan keindahan senyumnya walau berdalih hanya sekedar sebagai juru foto. Entah mana yang lebih indah mungkin perpaduan itulah yang menyebabkan tempat itu begitu sempurna untuk dikenang.
Nama gadis itu baru aku ketahui setelah cukup lama kami lelah berjalan, tahu bukan dari berkenalan maupun berjabat tangan, namun dari bisik orang orang karena begitu populernya gadis yang ingin aku kenal tersebut. Aku ingin menyapa dan memulai obrolan walau dengan cara menyindir begitu lucunya logat medoknya, seharusnya aku belajar bagaimana cara berkenalan dengan seorang wanita sebeleum bertemu dengannya. -_-
pagi itu, sang fajar seakan membangunkan kami dari lelapnya tidur diiringi dengan idahnya ciptaan sang ilahi, sekali lagi aku ingin mendekat namun seakan penuh sekat membuatku mengurungkan niat. Sebelum perpisahan itu dia menghilang bersama teman temanya, entah kemana yang pasti aku tahu dia aman.
Bersyukur kita hidup di era informasi yang tiada batas, walau perpisahan itu hanya meninggalkan kenangan aku berharap Tuhan kembali mempertumukan kami. Lewat media sosial akhirnya aku berteman dan sapa hangat saling terucap, lewat media soaial itu pula aku kembali dipertemukan. Baluran
Romantisme syair jatuh hati raisha seakan membawa kembali setiap kenangan itu bersamanya, ilalang, rindangnya pohon serta hangatnya sinar sang mentari. Bersamanya pula entah kenapa aku yang dulunya enggan untuk mendaki mencintai hobby ini. Tiap langkah kaki perjalanan menjadi nikmat tersendiri dalam kebersamaan menapaki gunung tertinggi. Aku ingin membawa bebanya namun aku tahu dia wanita yang kuat, bukan hanya wanita yang bermanja yang bergantung pada orang lain. Mendengarnya bercerita seakan menjadi energy tersendiri untuk terus melangkahkan kaki.
Sudah lama aku ingin mengutarakan rasa, rasa yang selalu membayangi, rasa suka atau cinta namun terhalang komitmen dan ikatan, seandainya dari dulu aku mengenalnya, mungkin ikatan perjodohan itu tak akan pernah terjadi. Perjodohan yang seakan dipaksakan seperti halnya gunung es yang terlihat nyaman tapi akan berdampak bencana. Disatu sisi aku berusaha untuk menyukai calon pasanganku disisi lain aku tidak bisa membohongi rasa dihati. Komitmen dan kepatuhan akan perintah orang tua membuatku mengurungkan hati untuk bicara akan sosok yang telah hadir dihati.
Apakah Tuhan punya rencana berbeda agar aku berterus terang? Ternyata gadis yang dijodohkan dengankupun memiliki problematika yang sama, dia juga memiliki rasa yang aku alami, rasa patuh pada orang tua namun disisi lain ia juga sudah punya tambatan hati. Hebatnya dari dialah perjodohan ini hari diakhiri, disatu sisi aku serasa dikecewakan namun disisi lain ada kelegaan tersendiri.
Sepertinya tidaklah pantas bagiku untuk menyampakian perihal ini, namun semakin lama aku pendam seakan semakin mencekik perasaan. Aku juga tidak pernah tau perasaanya padaku, Aku ingin setiap kali pulang bias bertemu denganya, walau hanya menyapa bahkan kini aku semakin jauh denganya, setiap percakapan yang kulakukan akan terhenti dengan sendirinya entah dariku yang kehabisan kata, atau darinya yang sudah enggan bercerita. Yaa cinta hanya sementara memang, namun kasih saying akan menjaganya, aku juga tidak dapat memaksakan kehendaNya, Namun aku berharap dia dapat menemukan sosok pendamping dan pelindung yang dapat menjaga senyum indahnya agar tetap terkembang. Mendampingi setiap titian kehidupan agar selalu berada pada jalan-Nya.
Ada kelegaan tersendiri setelah aku menulis ini, apapun jawabanya doaku semoga yang terbaik baginya.. (ANS)

PS : Kelak jika kau menyukai seorang gadis jangan tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan. Saat kamu memilih untuk pergi, saat itu juga bagi sang gadis semua tak lagi sama. Dulu sang gadis mencoba mengerti dan memahami kini saatnya buatmu menerima dan mengerti.
Aku tidak berharap ucapan maafmu, hanya saja kita sudah sama-sama dewasa memaknai semua ini.
Kudoakan kita semua mendapatkan kebahagiaan yang selama ini kita cari. Dari sini kita mulai perjalanan sendiri-sendiri. Jika kelak di persimpangan kita bertemu kembali mungkin itulah takdir ilahi.
Tertanda,

DRS

RUMAH

Selasa, 03 Mei 2016


Aku ingin menemukan sebuah tempat untuk  pulang 

Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku kan selalu kembali betapapun jauhnya aku pergi
Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku untuk menetap, dan bukan hanya untuk sekedar singgah.
Kelak aku ingin menyebutmu sebagai rumah
Tempatku ingin menghabiskan waktu tanpa pernah merasa bosan ingin pergi meninggalkan.
Aku tidak berharap kastil megah, karena aku bukan putri Raja
Aku hanya memimpikan sebuah rumah yang hangat, penuh kenyamanan dan selalu kurindukan untuk segera pulang.


Accidentally in Love

Senin, 14 Maret 2016

“Masa’ sih dia tidak punya kekurangan sama sekali?” 
Aku hanya tersenyum dengan muka bersemu merah, melihat ekspresiku seperti itu teman-temanku sudah bisa menyimpulkan apa jawaban atas pertanyaan mereka itu.
Bukannya dia sama sekali tidak memiliki kekurangan, tetapi saat ini kekurangan yang ada padanya seolah tertutup awan cinta yang bisa membutakan mataku.

Aku mengenalnya secara tak sengaja, kami harus bekerjasama untuk menangani sebuah project yang mengharuskan kami sering berkomunikasi. Entah sejak pandangan keberapa aku mulai menyukainya, mungkin sejak pandangan pertama.
Dia seseorang yang bertampang cuek, cool, pendiam namun pria tipe tersebut selalu memiliki pesona tersendiri untukku.

Meski baru saling mengenal namun dia ternyata sosok yang peduli denganku. Suatu hari Dia tiba-tiba bertanya, apakah aku ada keinginan rencana pindah kerja? Aku kaget dan kemudian memandangnya, “Tentu saja ada.” Begitu jawabku sambil tersenyum. Aku tentu saja kaget karena dia tiba-tiba membahas hal tersebut, hal yang bahkan tidak pernah ditanyakan teman-temanku padaku. Mendengar jawabanku, Dia lalu memberitahuku bahwa ada lowongan di tempat kerja ibunya, dan menyuruhku mencoba untuk mendaftar. Tak lupa Ia bertanya apakah aku tau lokasinya, aku berkata tidak sambil tertawa. Bahkan dia berkali-kali memberiku arahan agar aku bisa sampai lokasi dengan benar. But I didn’t get the point.

Beberapa hari kemudian aku mencoba memberanikan diri untuk memasukkan lamaran ke tempat ibunya bekerja. Kuputuskan untuk menitipkan lamaranku ke meja penerima tamu. Saat itu ingin aku menghubunginya dan bertanya apakah sudah benar namun aku urungkan niatku karena takut mengganggunya. Oh iya aku sempat takjub karena penerima tamunya bisa tau namanya. Hahahhaah

Besoknya dia menghubungiku, awalnya kami hanya membahas project kerjasama kita namun pada akhirnya dia menanyakan apakah aku jadi memasukkan lamaran ke tempat yang Ia rekomendasikan. Aku bilang jika aku sudah menaruhnya kemarin. Hal itu membuatnya terkejut, dan bertanya kenapa kemarin saat sampai sana tidak menghubunginya. Kan kalau aku menghubunginya dia bisa menelepon temannya untuk membantu mengambil berkasku. Melihat reaksinya yang seperti itu membuatku merasa senang, senang karena merasa ada yang memperhatikan dan peduli denganku.

Aku pun mengusulkan apakah aku harus menelepon ke kantor tsb agar berkasku diserahkan kepada temannya, dia berkata tidak usah karena dia sudah mengurus semua dan telah menghubungi temannya. Aku berterimakasih padanya karena sudah baik padaku, namun dia berkata bahwa dia tidak menjanjikan apa-apa karena hanya memberikan info saja.

Yang ingin kusampaikan namun belum sempat aku katakan padamu adalah, terimakasih sudah peduli denganku. Terlepas apakah nantinya diterima atau tidak di tempat tersebut. Melihat ada orang yang masih peduli denganku saja aku sudah tersentuh (baper), kamu berkata aku berlebihan. Bagaimana aku bisa bersikap biasa saja. Mungkin kamu merasa itu biasa karena kamu tidak punya perasaan apa-apa, atau karena kamu sudah terbiasa baik dengan semuanya.

PS : she is as cold as ice, but in the right hands she will melt.

She Was Pretty

Minggu, 24 Januari 2016

Setiap wanita pasti ingin tampil cantik, meski bukan untuk dipuji namun untuk kesenangan diri sendiri. Namun sudah 6 bulan terakhir ini ada hal yang selalu mengganjal dipikiranku. Penyebabnya bukan jodoh tapi jerawat di wajah. Sedih iya, kepikiran pasti!!

Awalnya aku mencoba cuek, namun hingga aku berada disuatu masa semua orang yang bertemu bertanya kenapa aku jadi berjerawat, padahal dulunya mukaku mulus bagai pantat bayi (oke, yang ini berlebihan).Hingga akhirnya nemu twit ini yang bisa mewakili perasaan aku banget!!



Kondisi ini menurut Kobler-Ross dapat disimpulkan bahwa, ada 5 tahap kesedihan manusia. Rasanya teori ini bener banget untuk menjelaskan perasaanku saat itu. Fase-fase tersebut adalah :

1.    Denial (Penyangkalan)
Penyangkalan hadir sebagai pertahanan sementara untuk diri sendiri. Hal itulah yang pertama kali saya lakukan saat mengetahui muka sudah berjerawat, selalu menyangkal jika harus segera ada tindakan dan menganggap itu hanya pengaruh hormonal dan akan segera menghilang.

2.    Anger (Marah)
Hal yang paling umum setelah melakukan penyangkalan adalah marah. Marah terhadap diri sendiri kenapa ini semua bisa terjadi padaku (halah..drama).

3.    Bargaining (Tawar Menawar)
Setelah lelah dengan menyalahkan diri sendiri tibalah pada fase tawar-menawar dan berandai-andai. Kenapa dulu saat jerawat masih satu tidak segera diatasi?

4.    Depression (Depresi)
Puncak dari tahapan kesedihan adalah fase depresi, fase terberat yang harus dihadapi. Awalnya saya biasa aja dengan muka brerjerawat, kini mulai terusik karena hampir setiap orang yang kujumpai menanyakan kenapa muka ini jadi mengenaskan dan mulai membandingkan dengan mukaku yang dulu putih, cantik, merona (ini lebay..hahaha) Dalam hati selalu saja berkata please deh, kaya gak pernah liat orang jerawatan aja.


5.    Acceptance (Penerimaan)
Dari banyaknya orang yang bertanya mengenai mukaku yang jerawatan, akhirnya fase akhir yang harus saya hadapi adalah penerimaan. Menerima jika saat ini kondisi muka memang berjerawat dan saya tidak boleh tinggal diam. Sudah saatnya saya menemui dokter spesialis kulit, mengingat sudah banyak metode pengobatan yang kucoba mulai facial anti acne, masker madu, masker lidah buaya, minum obat jerawat, pakai salep anti jerawat Cuma saran yang harus segera nikah aja yang belum dicoba.
Entah apa korelasinya jerawatan sama tanda harus cepet nikah, diiyakan ajalah namanya juga saran.


Cukup sampai disini cerita She Was Pretty, dipostingan selanjutnya saya akan menceritakan kisah tentang bagaimana saya menjalani hidup sebagai survivor jerawat. Semoga postingan ini berguna bagi kamu yang juga pernah merasa diposisiku.
Buat yang tidak pernah merasakan diposisi ini, please don’t judge!!

Terimakasih telah menyempatkan membaca. J

Accidentally in Love

Selasa, 19 Januari 2016

“Apa sih yang kamu suka dari dia?” begitu mereka selalu bertanya kepadaku.
 Namun aku hanya tertawa dengan muka merona merah.

Tahukah kalian,
Aku pernah berada disuatu masa
Saat hati terasa begitu hampa
Berdoa hanya pada Sang Pencipta
Memohon untuk merasakan cinta

Jika hati memiliki frekuensi
Aku rasa kita berada dalam frekuensi yang sama
Sehingga dengan mudahnya aku menangkap radarnya

Saat ini,
Biarlah begini adanya
Aku tidak ingin memaksa hatiku untuk berhenti menyukainya
Bukankah aku juga berhak untuk bahagia?

Terimakasih pada Semesta,
Atas pertemuan yang tak terduga
Entah bagaimanapun akhirnya
Terimakasih karena kau pernah ada